top of page
Writer's picturehinca 2024

INJURY TIME: SEMOGA ERICK THOHIR CETAK GOL

Oleh: DR Hinca IP Pandjaitan XIII SH MH ACCS



Kita sedang tertinggal, kita butuh gol penentu. Blunder yang dilakukan oleh beberapa tokoh di lini pertahanan nyatanya membuat status tuan rumah Piala Dunia U-20 menjadi dipertanyakan. Antusiasme kini berubah menjadi pesimisme. Akrobat politik yang dilakukan oleh mereka yang merasa “paling nasionalis” pada akhirnya membuat mimpi anak-anak kita yang akan membela Timnas Indonesia harus terancam. Mimpi banyak manusia yang ingin menyaksikan Timnas Sepakbola dapat berlaga di puncak tertinggi kompetisi FIFA perlahan terkubur. Keributan yang terjadi dapat dilihat sebagai bentuk “kesengajaan” yang hanya memperkeruh persiapan seluruh pihak untuk menyelenggarakan turnamen akbar tersebut.

Argumentasi dan perdebatan yang mengalir di media sosial memperlihatkan bahwa kita seperti dalam sebuah gerbong kereta yang tidak memiliki satu destinasi yang sama. Dalam persoalan ini, hegemoni masyarakat dalam menyambut kick-off, kemudian merembet ke dimensi lain yang berada di luar partikularitas sepakbola itu sendiri. Sepakbola dan politik, dua termin yang kerap ditabrakkan. Melalui buku Kedaulatan Negara vs Kedaulatan FIFA yang pernah saya tulis, menempatkan saya pada posisi yang tersudutkan selama beberapa tahun. Saya dianggap sebagai antek FIFA, sungguh lucu. Padahal dalam buku tersebut saya meletakkan konsep pemikiran yang dilandaskan oleh rule of the law dan rule of the game untuk memisahkan sepakbola dari anasir lain, termasuk pemerintahan yang didalamnya terkandung elemen politik.


Kehadiran entitas Atlet Israel di Indonesia sebenarnya juga sudah pernah terjadi dan tidak menemui penolakan seperti sekarang ini. Setidaknya ada 3 atlet Israel yang pernah bertanding di tanah air dalam kurun waktu 10 tahun terakhir. Yang terdekat bahkan baru saja mendapatkan medali Perunggu dalam kejuaraan dunia UCI Track Nations Cup yang berlangsung Februari 2023. Apakah lantas kemudian kita telah melanggar konstitusi kita karena membiarkan mereka bertanding ? Menurut hemat saya tidak, karena konsistensi sikap Indonesia dalam perpolitikan dunia senantiasa berpegangan pada UUD 1945 sampai saat ini. Serta tidak ada korelasi yang tepat menyandingkan persiapan kejuaraan olahraga internasional dengan sikap politik suatu bangsa.


Banyak juga masyarakat yang menyuarakan agar Piala Dunia dibatalkan karena penyelesaian Kasus Tragedi Kanjuruhan masih belum menemui titik terang. Kehadiran gegap gempita Piala Dunia dianggap menyakiti perasaan dari keluarga korban Tragedi Kanjuruhan. Tentu duka bangsa kita masih sangat mendalam karena telah kehilangan 135 jiwa yang tidak berdosa. Oleh karena itu, yang perlu dilakukan adalah kita awasi proses hukum terhadap semua yang terlibat. Apabila masih ada yang dirasa tidak tepat vonis atau penyelesaian kasusnya maka perlu kita evaluasi bersama. Dan menolak Piala Dunia bukanlah solusi yang paling bijak untuk menyelesaikannya, karena yang perlu dikejar adalah penegakan hukum yang berkeadilan.

Kembali pada persoalan utama, konsekuensi dari posisi kita saat ini sebagai “satu bangsa/one nation” tidak dapat dilihat jelas oleh FIFA. Kacamata mereka saat ini tampak kabur dan samar, ketika melihat ada banyaknya penolakan terhadap salah satu kontestan yakni Timnas U-20 Israel. Saat ini saya dalam posisi “tidak mempermasalahkan” kehadiran Timnas U-20 Israel untuk bertanding di Piala Dunia U-20 2023. Mereka telah melalui rintangan kualifikasi dan legalitas mereka untuk menjadi salah satu peserta juga tidak dapat dipermasalahkan. Sebagai entitas atlet, para pemain Timnas U-20 Israel seharusnya tetap dapat bertanding dalam kompetisi ini. Banyak langkah elegan yang bisa diambil oleh Indonesia dan FIFA dalam menyelesaikan persoalan ini, seperti rules mengenai larangan penggunaan atribut bendera ataupun tidak mengumandangkan lagu kebangsaan. Kondisi ini pernah terjadi pada pelaksanaan Olimpiade Tokyo 2020, kala Rusia harus menggunakan atribut NOC, bukan atribut resmi negaranya.

Menjaga momentum sebenarnya bukan hal yang sulit, hanya saja kita membutuhkan pemimpin yang solutif dan dapat menyatukan seluruh paradigma elit-elit dibawahnya. Jika riak itu muncul dari kebisingan kepala daerah, tentu kapasitas pemimpin tertinggi kita menjadi patut dipertanyakan. Suara sumbang tersebut seharusnya bukan untuk menjadi konsumsi publik, melainkan dapat disampaikan dalam forum yang tertutup. Malam ini (28/3) Presiden Indonesia telah memberikan suaranya dan memposisikan dirinya untuk menjamin Timnas U-20 Israel dapat bertanding dan diterima kehadirannya di Indonesia. Apakah ini terlambat? Saya tidak bisa menjawabnya, sampai nanti keputusan dari FIFA secara resmi dikeluarkan. Diutusnya saudara Erick Thohir untuk menemui para petinggi FIFA diharapkan dapat menemukan jalan keluar yang terbaik. Kita berhadap dirinya dapat menyumbang sebuah gol penentu kemenangan.

111 views0 comments

Comentários


bottom of page